Pembenahan citarum harus dengan pendekatan budaya (sumber Jabarprov.go.id)

“Dalam
adat kebudayaan Sunda, air atau sungai itu sangat melekat dalam tata
kehidupannya dulu. Oleh karena itu masyarakat Sunda dulu tidak akan
pernah mencemari air atau sungai, karena sama saja dengan bunuh diri.
Hal itu sangat berbeda kondisinya dengan sekarang, orang sudah tidak
peduli lagi pada sungai dan air, padahal sangat dibutuhkan” ujar Ugis.
Penerapan
larangan membabat hutan di Baduy menurut Ugis adalah salah satu upaya
pelestarian hutan dan sungai itu sendiri yang hulunya di hutan. Orang
kini sudah tidak peduli lagi pada budaya seperti itu, sehingga tidak
heran kalau hutan rusak dan sungainyapun ikut merana.
“Penerapan
hutan larangan atau keramat itu sebenarnya kan untuk menjaga mata air
sebagai sumber air sungai yang dibutuhkan masyarakat. Coba kita lihat
sekarang, dimana orang sudah tidak peduli lagi dengan hutan dan
sungainyapun ikut menjadi rusak” katanya.
Oleh
karena itu Ugis meminta kepada pemerintah dan masyarakat untuk bisa
melakukan penggalian budaya ramah lingkungan yang sudah dilakukan
leluhur Sunda sejak dulu, unuk pelestarian lingkungan.
“Pelestarian
lingkungan tidak cukup hanya dengan seminar, diskusi atau Kongres yang
sama dengan ngawangkong teu beres-beres, ulah ukur catur tanpa bukur,
pupulur beak ku batur da bongan ngagugu ka nu ngalindur” pungkasnya.
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar